Cerita Kisah Nyata Ngentot Bunda Karena Ada Tugas Lukis Model Bugil
Skidipapap - Ini adalah kisah nyata yang telah ditulis oleh pelakunya sendiri. Lalu catatan rahasianya itu dipercayakan padaku, untuk diedit semampuku, agar bisa ditampilkan di sini.
Namun nama para pelaku dan nama tempat mau pun kotanya akan disamarkan, demi nama baik mereka semua.
Selamat mengikuti, semoga bisa dijadikan hiburan, tapi jangan dijadikan pedoman hidup..
Namaku singkat saja, Odi. Meski usiaku baru 18 tahun, aku sudah punya pekerjaan tetap, sebagai pelukis otodidak. Meski tak pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, aku bisa melukis dengan berbekal bakat saja. Dan berkat ketekunanku, hanya dalam tempo singkat lukisan-lukisanku laku terjual dengan harga yang cukup tinggi.
Lukisan-lukisanku beraliran naturalisme. Setiap objek lukisanku selalu “kusalin” dengan cermat di kanvasku. Sehingga lukisan-lukisanku tak berbeda dengan objek yang kulukis.
Aku senang melukis apa saja. Pemandangan indah dengan alam pegunungan mau pun pantai, selalu saja membuat decak kagum dari para pembeli lukisan-lukisanku.
Sejak umur 17 tahun aku sudah hidup mandiri. Karena aku berusaha mereai pertengkaran ayah dengan ibuku. Tapi Ayah malah menghardikku dengan kasar dan mengusirku dari rumahnya, karena aku dianggap membela Bunda.
Tanpa banyak membantah lagi, kukemasi pakaian dan alat-alat lukisku, lalu meninggalkan rumah orang tuaku pada hari itu juga. Bunda memelukku sambil menangis. Bunda melarangku untuk pergi. Tapi aku sudah kepalangan sakit hati. Meski pun Bunda menghalangiku, aku teap pergi juga setelah mencium pipi kanan dan pipi kiri Bunda.
Setelah jauh dari rumah orang tuaku, aku minta tolong kepada Tinton (sahabatku) untuk mencarikan rumah kecil yang bisa kusewa, untuk tempat tinggal sekaligus untuk tempat melukisku.
Setelah mencari ke sana -sini, akhirnya Tinton mendapatkan rumah sederhana yang mau dikontrakkan. Rumah itu cuma rumah panggung yang dindingnya terbuat dari kayu murahan semua. Letaknya pun di kampung yang cukup jauh dari kotaku.
Entah kenapa, aku langsung sreg kepada rumah sederhana yang tidak terlalu kecil. Ada kamarnya, ada ruang tengahnya yang akanj kujadikan tempat melukisku, ada dapurnya yang ada tungkunya dan untuk menyalakannya harus memakai kayu bakar. Yang disebut kamar mandi, bukanlah kamar. Hanya tertutup sebatas dada, dengan sebuah sumur di sampingnya, yang harus ditimba dengan ember untuk mendapatkan airnya.
Biarlah, semuanya kuanggap normal-normal saja, yang penting uang kontraknya sesuai dengan kocekku saat itu.
Yang kuanggap cocok adalah ruang tengahnya itu. Pasti bisa kujadikan tempat untuk melukis, dengan kata kerennya cocok untuk studio atau sanggar lukisanku.
Kebetulan uang kontraknya murah. Langsung kubayar saja untuk kontrak selama setahun. Duit sisaku masih bisa kubelikan kasur, tikar, alat-alat dapur seadanya.
Untungnya meski rumah ini sederhana, listriknya sudah ada. Hanya menurut perjanjian, selama aku mengontrak rumah itu, rekening listrik tiap bulan harus kubayar sendiri.
Jadi di rumah panggung ini aku harus mencuci sendiri, masak sendiri, bersih-bersih rumah sendiri. Semuanya harus kukerjakan sendiri.
Namun, apakah rumah panggung sederhana ini membawa rejeki besar untukku, atau memang sudah waktunya aku mendapatkan rejeki yang berlimpah. Entahlah. Aku hanya percaya bahwa semua yang kudapatkan ini adalah anugerah dari Tuhan.
Ya, rumah sederhana itu membuatku nyaman sekali untuk berkarya secara produktif. Sehingga lukisan-lukisan sulit pun selalu kuselesaikan dalam waktu singkat.
Ini membuatku semakin disenangi oleh pemilik gallery yang suka menjualkan lukisan-lukisanku.
Dengan sendirinya duit pun mengalir ke tanganku. Bahkan pada suatu saat aku memberanikan diri untuk menyelenggarakan pameran tunggal.
Tadinya aku menganggap diriku mulai berlebihan, karena lukisan-lukisan yang dipajang di pameran tunggal itu kupasang harga yang jauh lebih mahal daripada standarku. Tapi apa yang terjadi ? Lukisan-lukisanku yang dipamerkan itu terjual habis semuanya !
Bahkan ada seorang lelaki bule bernama Gustav yang memesan beberapa lukisan wanita telanjang, dengan harga yang lebih mahal lagi. Aku hanya mengiyakan dan menyimpan kartu nama Gustav itu di dalam dompetku. Padahal saat itu aku bingung sendiri, karena aku belum pernah melukis wanita telanjang. Apalagi lukisan wanita telanjang dengan memakai model.
Karena itu aku hanya menjawab permintaan Gustav, bahwa aku akan mengerjakan pesanannya. Tapi aku minta dia bersabar, karena aku tidak bisa melukis dalam waktu cepat. Ternyata orang bule itu stay di Jakarta, sebagai wakil perusahaannya yang berpusat di Jerman. Lalu ia menjelaskan lukisan-lukisan yang diinginkannya. Bahwa lukisan-lukisan itu harus menggambarkan wanita Indonesia, sebaiknya ada hiasan bunga di rambutnya dan sebagainya. Dan aku mengerti apa yang dimaksudkannya itu.
Aku memang membutuhkan model, agar lukisanku lebih hidup. Tapi siapa yang bisa kujadikan model yang bersedia kulukis dalam keadaan telanjang ?
Entahlah.
Aku sudah mencoba melukis wanita telanjang tanpa model. Tapi aku kecewa sendiri, karena hasilnya tidak memuaskan.
Ah, mungkin pesanan orang bule itu harus kulupakan saja. Karena aku merasa tidak mampu melukis tanpa model. Melukis foto-foto wanita telanjang memang mudah. Tapi foto-foto itu wanita bule semua. Wanita yang anatominya berbeda dengan wanita sebangsa denganku.
Dalam keadaan kecewa itulah Bunda datang. Langsung memelukku sambil menangis-nangis.
“Ada apa Bunda ? Kok datang-datang menangis seperti ini ?” tanyaku setelah tangisan Bunda mereda.
“Bunda sudah bercerai dengan ayahmu, “ sahut Bunda sambil terisak-isak.
“Haaa.... ? Kok bisa ?” aku terperanjat mendengar pengakuan Bunda itu.
“Panjang ceritanya. Pokoknya Bunda tidak mau dimadu. Lantas ayahmu menceraikan bunda. “
“Jadi Ayah mau kawin lagi ?”
Bunda mengangguk sambil menyeka air mata yang membasahi pipinya.
Aku cuma bisa menghela nafas. Lalu mengusap-usap punggung Bunda. “Sudahlah. Kalau begitu, Bunda tinggal di sini aja. Biar aku nggak kesepian, “ kataku.
“Memang bunda ingin tinggal sama kamu aja, biar bisa mengobati keperihan hati bunda ini, Nak. “
“Iya Bunda. Silakan. Lagian sekarang aku sudah punya penghasilan yang lumayan lah. Kalau hanya untuk kebutuhan kita berdua, aku sudah mampu. Rumah ini juga tadinya cuma ngontrak. Sekarang sudah kubeli Bun. “
Kehadiran Bunda di rumahku yang sederhana ini membangkitkan gairah kerjaku untuk melukis dan melukis terus. Uang pun mengalir dari gallery ke tanganku.
Yang menyenangkan, setelah ada Bunda, aku tak perlu memasak dan mencuci sendiri. Bunda semua yang mengerjakannya. Aku sering melarang Bunda mencuci pakaianku, karena tidak tega melihatnya bekerja terlalu berat. Tapi Bunda tidak merasa terlalu letih. Karena waktu masih tinggal bersama Ayah, pekerjaan bunda jauh lebih banyak lagi.
Memang rumahku ini masih kecil. Aku sedang mengumpulkan uang untuk membangun rumah tembok di tanah yang masih kosong, lalu rumah kayu ini akan direnovasi tapi akan tetap sebagai rumah panggung yang berdindingkan kayu semua.
Sebulan kemudian, pemilik gallery laporan padaku, bahwa orang bule bernama Gustav itu sering menanyakan apakah pesanannya sudah dibuat dan ada yang sudah selesai ?
Aku bingung menjawabnya. Karena aku belum punya gadis model yang mau dilukis dalam keadaan telanjang. Tapi aku seenaknya saja menjawab laporan pemilik gallery itu, “Iya, kalau nanyain lagi, mohon bersabar gitu. Saya memang sudah mulai melukis pesanannya, tapi saya membutuhkan waktu yang agak lama, supaya hasilnya sempurna. “
Dan pada waktu aju sedang kebingungan itu, tiba-tiba aku teringat kepada Bunda. Aaah.... kenapa aku baru ingat sekarang, setelah Bunda cukup lama tinggal di rumahku ? Bukankah ibu kandungku itu punya wajah yang cukup cantik ? Kenapa aku tidak meminta bantuan beliau saja untuk menjadi wanita model lukisanku ?
Setibanya di rumah, aku langsung menghampiri Bunda yang sedang menyetrika pakaianku dan pakaiannya sendiri.
“Bunda... ! “
“Odi ? Udah pulang lagi ?”
“Iya Bun. Aku mau minta bantuan Bunda nih. “
“Bantuan apa ?”
“Begini, “ kataku, “aku kan dapat pesanan lukisan wanita telanjang dari orang bule. Pesanannya cukup banyak. Harganya juga mahal sekali. Tapi aku belum berpengalaman nyari wanita yang bisa kujadikan model. “
“Terus ? Apa yang bisa bunda bantu ? Nyariin gadis yang mau dijadikan model lukisanmu ?”
“Aaahhh... ngapain nyari jauh-jauh. Kalau pakai orang luar, pasti minta gede bayarannya. “
“Terus ?”
“Daripada membayar orang luar, mendingan Bunda aja modelnya. Nanti uang penjualan lukisannya kita bagi dua. Bagaimana ?”
“Jadi... bunda harus telanjang bulat pada waktu kamu sedang melukis bunda ? Yang bener aja... hihihiii... bunda bakal pegel dan terutama malunya itu. “
“Malu sama siapa ? Kan hanya ada aku dengan Bunda berdua. Masa telanjang di depan anak Bunda aja malu ? Satu hal yang perlu Bunda ingat, lukisannya akan dijual dengan harga yang mahal sekali, Bun. Hasil penjualan lukisannya kita bagi dua. Hitung-hitung kerja sama aja antara aku dengan Bunda. “
“Iya sih... bunda juga sedang butuh duit mulu. Apalagi sebulan lagi Yona kan mau melahirkan. Pasti dia butuh bantuan dari orang tua. Karena suaminya cuma buruh pabrik. “
“Ohya ? Mbak Yona sudah dekat mau lahiran ?”
“Kira-kira sebulan lagi, “ sahut Bunda.
Mbak Yona, kakakku satu-satunya itu, kuanggap kurang beruntung. Punya wajah cantik, tapi cuma punya suami yang buruh pabrik. Yang gajinya takkan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
“Makanya Bun... kalau Bunda ikuti penawaranku, soal duit untuk bantu Mbak Yona sih soal kecil. “
“Mmmm... nanti deh... bunda pikirin dulu ya Od. “
“Iya, “ sahutku sambil melangkah ke belakang, ke arah tempat mandi yang beratapkan langit.
Setiap kali mandi, aku sering bertekad ingin secepatnya punya rumah tembok yang kamar mandinya seperti orang-orang gedongan. Tidak seperti sekarang, kalau sedang mandi, yang terlindung hanya sampai dada. Ke atasnya bisa dilihat oleh orang-orang yang lalu lalang di jalan.
Tapi mungkin sebentar lagi juga aku akan mampu membuat rumah tembok, yang orang bilang gedong. Kalau sudah punya gedong, aku mau membuat kamar yang ada kamar mandinya. Mau membuat ruang khusus untuk studio lukis pula, supaya bisa lebih konsentrasi pada waktu melukis.
Selesai mandi, aku masuk ke dalam kamarku. Kulihat Bunda sedang berbaring di bednya. Di dalam kamarku memang ada dua bed. Yang satu dipakai untuk Bunda, yang satu lagi untukku sendiri.
“Odi... kamu yakin bunda bisa dijadikan model lukisanmu ? tanya Bunda pada waktu aku sedang mengenakan pakaian kerjaku yang sudah berlepotan cat minyak.
“Yakin, “ sahutku, “tapi coba lihat dulu kalau Bunda telanjang seperti apa ?”
Bunda tidak kelihatan ragu-ragu. Diasternya dilepaskan. Lalu beha dan celana dalamnya juga dilepaskan.
Aku terkesiap dibuatnbya.
Waktu masih kecil, aku sering mandi dengan Bunda. Jadi aku sering melihat Bunda telanjang Tapi setelah dewasa begini, aneh... aku jadi salah tingkah.
Lalu kataku, “Bunda masih memenuhi syarat untuk dijadikan model lukisanku. Di Eropa nenek-nenek pun bisa dijadikan model lukisan telanjang. Dan selalu laku saja. Sedangkan Bunda... wajah Bunda masih cantik, buah dada Bunda belum melorot turun... bokong Bunda juga masih indah. “
“Kenapa harus melihat bokong segala ? “
“Kan ada juga lukisan wanita membelakangi pelukis. Jadi punggung dan pantatnya yang dijadikan fokus si pelukis. Ohya... sebaiknya jembut Bunda rapikan pakai gunting. Jangan dibiarkan tidak beraturan gitu tumbuhnya. “
“Diguntingin jadi pendek-pendek atau sekalian digundulin aja pakai pisau silet ? Kan zaman sekarang musim dibersihin jembutnya. “
“Iya... memang lebih baik digundulin sampai bersih sekali. “
“Iya, “ Bunda mengangguk sambil mengenakan kembali celana dalamnya, “Jadi bunda memenuhi syarat nih buat dilukis ?”
“Sangat memenuhi syarat. Kulit Bunda pjutih mulus. Tubuh Bunda juga tergolong seksi, ” sahutku yang sejak tadi memalingkan muka, karena jadi salting melihat Bunda telanjang bulat, sementara aku sudah mulai dewasa. Bukan anak kecil lagi.
Akhirnya Bunda setuju untuk dijadikan modelku. Tadinya Bunda minta agar pekerjaanku dilaksanakan di dalam kamar saja, supaya Bunda tidak merasa rikuh untuk bertelanjang bulat di sana. Tapi tentu saja aku tolak, “Nanti kamarnya kotor dan bau cat Bun, “ kataku.
Maka akhirnya Bunda setuju juga untuk dijadikan model lukisanku di ruangan yang biasa kujadikan studioku.
Keesokan harinya aku pun mulai membuat beberapa sketsa di atas kanvas-kanvasku, dengan Bunda sebagtai modelnya. Tentu saja aku sudah mengunci pintu depan dan samping, agar jangan sampai ada orang nyelonong masuk dan mengganggu konsentrasiku.
Kemudian kulanjutkan dengan mengerjakan lukisan pertama. Bunda merebahkan diri di atas sofa, dengan kaki kanan ditekuk dan dirapatkan ke sandaran sofa, sementara kaki kirinya terjuntai ke lantai.
Pose ini memang membutuhkan pengarahan. Aku pun tiada ragu memegang buah dada Bunda, karena aku ingin agar kedua puting payudaranya terlihat di mataku nanti.
Yang mendebarkan adalah ketika menyentuh kemaluannya yang sudah dicukur plontos itu. Baru sekali inilah aku memperhatikan kemaluan Bunda secara serius, dalam keadaan jelas pula karena sudah tidak berjembut lagi.
Namun aku berusaha untuk bersikap sebagai pelukis profesional. Tak mau diganggu oleh perasaanku yang sering ser-seran ketika melihat kemaluan ibuku itu.
Bahkan kuanggap pikiran yang bukan-bukan ini hanya godaan untuk menggagalkan lukisan-lukisan yang tengah kukerjakan.
Pada waktu melukis Bunda telanjang itu, aku selalu mengenakan kain sarung. Bertelanjang dada pula, seperti seniman-seniman Bali pada waktu melukis di studio mereka.
Karena itu Bunda tidak tahu, bahwa setiap kali aku sedang memperhatikan memeknya, diam-diam ada yang berdiri di balik sarungku... !
Tapi aku terus-terusan berusaha untuk menindas pikiranku sendiri. Karena aku ingin benar-benar berhasil melukis wanita telanjang dalam beberapa pose ini, tanpa diganggu oleh pikiran kotor ini.
Namun hanya seminggu aku bisa menahan perasaan yang bukan-bukan ini.
Diam-diam aku berpikir, bahwa mungkin konsentrasiku akan bisa lebih terpusat jika pikiran yang menggoda ini diredakan. Tapi dengan cara apa meredakannya ?
Maka ketika aku dan Bunda baru selesai makan siang, aku pun mulai membahasnya. “Terus terang... kali ini ada yang mengganjal di hatiku Bun. Ganjalan ini membuatku jadi kurang bagus melukisnya, “ kataku.
“Ganjalan apa ?” tanya Bunda.
“Aku kan sudah dewasa Bun. Jadi... tiap kali memandang kemaluan Bunda... aku jadi... jadi gimana gitu ya... mmm... Bunda jangan marah ya... aku mau berterus terang... “
“Iya, terus teranglah. Kalau bisa bunda bantu, pasti dibantu. “
“Mmm... terus terang aja Bun... kontolku ngaceng terus... jadi konsentrasiku pecah. “
“Masa sih ?”
“Betul Bun. Nih lihat... sekarang juga langsung ngaceng gini... apalagi kalau Bunda udah telanjang nanti, “ kataku sambil berdiri dan menyingkapkan sarungku. Sehingga Bunda bisa melihat kontolku yang sedang ngaceng ini, karena aku jarang mengenakan celana dalam kalau sedang bersarung.
“Haaa ?! “ Bunda terbelalak. Tangannya pun bergerak untuk memegang kontolku yang sedang ngaceng ini. “Kontolmu kok panjang gede gini Od ? Kontol ayahmu saja nggak sepanjang dan segede gini.... “
“Iya, terus kalau sudah ngaceng gini harus diapain Bun ?”
“Mmm... kalau mau tenang sih harus dibikin ngecrot. Ya udah... di kamar aja ngurusnya, “ kata Bunda sambil menuntunku ke dalam kamar.
Di kamar Bunda menyuruhku celentang di atas tempat tidur. Lalu dikeluarkannya lotion dari dalam tasnya. Kemudian sarungku disingkapkan dan dituangkannya lotion itu ke kontolku yang masih ngaceng ini. “Mau diapain kontolku ? Hihihiiii... Bunda ada-ada aja... !”
“Kan biar ngecrot. Lalu kamu bisa bekerja dengan tenang dan konsentrasimu nggak pecah lagi, “ kata Bunda sambil mengocok-ngocok kontolku.
“Enak ?” tanyanya sambil mngelus-elus puncak kontolku yang sudah berlumuran lotion.
“Nggak enak Bun. Coba Bundanya telanjang dulu... biar kubayangkan kontolku sedang dientotin di dalam memek Bunda. “
“Amit-amiiit ! Kamu kok bisa punya pikiran gitu sih sama bunda ? Kan bunda ini yang mengandung dan melahirkan kamu Odi. “
“Aku juga gak ngerti kenapa aku punya pikiran yang beda dengan waktu masih kecil. Padahal waktu masih kecil, kita kan sering mandi bareng. Tapi saat itu aku nggak pernah mikir yang bukan-bukan pada memek Bunda. Tapi sekarang... ah gak taulah... !”
Akhirnya Bunda mengikuti permintaanku. Dilepaskannya daster, beha dan celana dalamnya. Setelah telanjang, dia mengusap-usapkan lotion ke memeknya yang sudah bersih dari jembut itu.
“Tuh... Bunda... setelah melihat memek Bunda, kontolku makin keras nih.... “ kataku sambil memegang kontolku yang sudah mengacung ke langit-langit kamarku.
“Diamlah... “ kata Bunda sambil mendorong dadaku agar celentang lagi. Kemudian Bunda berlutut dengan kedua lutut berada di kanan kiri pinggulku. Lalu memeknya diturunkan, menindih kontolku.
Batang kontolku jadi “celentang”, puncaknya berada di bawah pusar perutku. Kemudian Bunda menggeser-geserkan memeknya... maju mundur perlahan... sehingga batang kontolku bergesekan dengan permukaan memek Bunda... memang terasa enak...
“Sekarang enak gak ?” tanya Bunda sambil menatapku dengan senyum.
“Enakan... tapi malah membuat semakin penasaran... “ sahutku.
“Penasaran gimana ?”
“Kayaknya sih mendingan dimasukin aja ke lubang memeknya Bun... “
“Aaah... Odi... Odi... “ keluh Bunda, “kamu kok bikin bunda bingung gini sih ?”
“Sebenarnya hitung-hitung membalas perbuatan Ayah, apa salahnya kalau Bunda... aaah... nggak tau Bun... aku juga jadi bingung kenapa aku bisa punya perasaan begini sama Bunda... “
“Iya sih... bunda sakit sekali kalau ingat kelakuan ayahmu itu... “
“Nah... siapa tau sakitnya hati Bunda bisa terobati kalau kita balas perbuatan Ayah dengan cara kita sendiri... “
Bunda tercenung. Seperti memikirkan kata-kataku.
Lalu Bunda merebahkan diri di sampingku. “Ya udah... masukin aja kontolmu... “ ucapnya sambil mengusap-usap memeknya yang sudah berlumuran lotion.
Aku gembira sekali mendengar ucapan Bunda itu. Lalu kulepaskan sarung dan kaus oblongku. Dalam keadaan sama-sama telanjang, kudekatkan puncak kontolku ke memek Bunda...
Bunda pun memegangi kontolku. Mencolek-colekkan moncong kontolku ke memeknya sedemikian rupa sehingga terasa moncong kontolku sudah berada di ambang mulut memek Bunda.
“Ayo... doronglah... “ kata Bunda sambil memandang ke arah langit-langit kamarku.
Aku pun mengikuti instruksi Bunda. Kudorong kontolku sehingga perlahan-lahan terasa membenam ke dalam liang kemaluan Bunda yang sudah terlicinkan oleh lotion itu.
Pada saat itulah Bunda merangkul leherku ke dalam pelukannya, sehingga pipiku bertempelan dengan pipinya. “Sudah masuk Od... entotlah... “ bisik Bunda yang tidak bisa saling tatap denganku. Mungkin sengaja Bunda merapatkan pipinya dengan pipiku, agar mata kami tidak saling lihat.
Kugerakkan batang kemaluanku perlahan-lahan. Mundur dulu, lalu kudorong lagi, tarik lagi dan ... ooooh.... ternyata memek Bunda ini enak sekali... !
Dan tiba-tiba Bunda melenguh, “Dududuuuuhhh.... “
“Kenapa Bun ? “ tanyaku heran, “sakit ?”
“Nggak Sayang... “ sahutnya, “Justru ini... mmhhhh.... enak sekali... mhhhhh.... “
“Justru barusan aku yang mnau ngomong gitu Bun... gak nyangka... memek Bunda ini sa... sangat enak, “ ucapku terengah, karena sudah mulai mengentotnya.
“Sttt... jangan keras-keras... nanti kedengaran tetangga... ayo lanjutin aja... entot terus Od.... “
Aku tidak bicara apa-apa lagi. Bunda juga sama, hanya desah-desah nafasnya saja yang terdengar.
Dan aku mulai menikmatinya. Bahwa segala yang kusentuh pada saat seperti ini membuatku nikmat... nikmat sekali. Awalnya Bunda sendiri yang membisikiku, agar pentil toketnya diemut seperti bayi tengah menetek.
Aku jadi seolah kembali ke masa kecil. Mengemut-ngemut pentil toket Bunda. Tapi beda rasanya. Kali ini aku merasakan pentil toket Bunda jadi sangat sensasional.
Sebenarnya ini bukan pengalaman pertama menyetubuhi wanita bagiku. Karena sebelumnya aku pernah menyetubuhi wanita lain. Tapi tak terlalu mengesankan, karena wanita pertamaku dahulu jauh lebih tua daripada Bunda.
Namun rasanya mengentot Bunda ini jauh lebih nikmat. Membuatku sulit mengatur nafas. Karena pergesekan kontolku dengan liang memek Bunda ini, makin lama makin enak... !
Bunda pun tidak berdiam diri seperti patung. Pinggulnya mulai bergoyang-goyang, sehingga kontolku terasa dipilin-pilin dan dibesot-besot. Tentu saja aku jadi keenakan dibuatnya.
Cukup lama aku mengentot Bunda di siang bolong ini. Sampai akhirnya aku berbisik ke deklat telinganya, “Bun... boleh dilepasin di dalam ?”
“Iya, nggak apa-apa. Aman... “ sahutnya.
Akhirnyha aku berkelojotan di atas perut Bunda. Lalu menancapkan kontolku sedalam mungkin, sambil menyemprot-nyemprotkan air mani di dalam liang memek Bunda yang aduhai ini. Crotttt... crottttt... crotttttttt.... crooottttt... crotttt... crottttt... crot...cret..cret... !
Ternyata dugaanku benar. Setelah ngentot Bunda, aku bisa melukis dengan tenang dan nyaman. Tak terpengaruh lagi dengan keadaan Bunda yang sedang telanjang bulat di depanku. Pada hari itu aku bisa menyelesaikan dua buah lukisan yang tadinya mangkrak tak terselesaikan.
Bunda pun menyadari hal itu. Dia menatap kedua lukisanku yang telah selesai itu dengan sorot kagum. “Waaah... kedua lukisan ini sudah selesai, Od ?”
“Iya Bun... ini berkat bantuan Bunda... kedua lukisan ini tinggal menunggu kering saja. Sudah bisa diserahkan kepada orang bule itu. “
Bunda yang sudah mengenakan daster kembali, memelukku dari belakang, “Berarti memek bunda ada gunanya juga buat pekerjaanmu, ya Od ?”
“Iya Bun. Pokoknya kalau kontolku ngaceng, harus dientotin dulu ke memek Bunda. Supaya aku bisa memusatkan pikiran pada lukisan-lukisan yang sedang kukerjakan. “
“Tapi wajah bunda di lukisan itu... rasamya terlalu mirip wajah bunda... nanti bisa bikin heboh nggak Od ?”
“Nggak Bun. Lukisan-lukisan itu akan dibawa ke Eropa semua. Setelah kering, lukisan-lukisan itu akan dilepaskan dari spanramnya, lalu digulung dan dibungkus secara rapi. Dan diterbangkan ke negara si bule itu. Aman Bunda... takkan ada satu pun lukisan yang dipajang di negara kita ini. “
“Syukurlah kalau begitu, “ Bunda mengangguk-angguk sambil tersenyum.
“Bule itu akan membeli seberapa banyak pun lukisan yang sudah selesai kukerjakan. Harganya jauh lebih mahal pula, Bun. Yang penting, lukisannya harus lukisan wanita telanjang semua. “
“Waaah... kalau begitu, kamu bakal cepat kaya dong. “
“Kita akan banyak duit. Bukan hanya aku. Kan aku sudah janji, duit hasil penjualan lukisan-lukisan itu akan kubagi dua secara adil. Jadi Bunda juga bakal banyak duit nanti. “
Ketika malam tiba, biasanya aku dan Bunda tidur di atas bed yang terpisah. Tapi malam itu Bunda mengajakku tidur di atas bednya.
Tapi setelah aku merebahkan diri di samping Bunda, telingaku dibisiki olehnya, “Sebenarnya ngentot itu lebih enak malam lho. “
Pada saat berbisik begitu, tangan Bunda pun menyelinap ke balik celana pendekku. Dan meremas-remas kontolku perlahan. Maka kontolku pun menegang dibuatnya... !
“Masa sih ?” tanyaku sambil meraba-raba paha Bunda di balik dasternya. Lalu kurayapkan tanganku ke pangkal pahanya. Ternyata Bunda tidak mengenakan celana dalam. Dan aku bisa menggerayangi kemaluannya yang tadi siang memberikan kenikmatan padaku.
Bunda memegang tanganku, lalu mengarahkan ke satu titik sambil berkata, “Ini nih itilnya yang harus dielus-elus... naaah... iya itu elus aja terus... iya... enak Od... enak... “
Ketika tanganku sedang mnengelus-elus itil Bunda, kontolku pun semakin ngaceng. Karena Bunda mengelus-elus puncak dan leher kontolku.
Akhirnya Bunda menyingkapkan dasternya tinggi-tinggi sampai perutnya pun terbuka. Sambil berkata, “Ayo masukin lagi Od... “
Aku pun melepaskan celana pendekku, lalu merayap ke atas perut Bunda sambil memegang kontolku yang sudah sangat ngaceng ini.
Bunda memegangi kontolku, lalu mencolek-colekkan moncongnya ke bagian yang sudah basah di memeknya. Mungkin mengarahkan supaya tepat letaknya.
Lalu Bunda memberi isyarat agar aku mendorong kontolku yang sudah ngaceng berat ini.
Dengan sekuat tenaga kudesakkan kontolku dan.... membenam sedikit demi sedikit ke dalam liang memek Bunda.
“Oooooh..... “ Bunda mendesah sambil memejamkan matanya. Lalu dasternya pun dilepaskan lewat kepalanya sambil berkata, “Kalau nggak telanjang kurang sip. “
Aku pun ikut-ikutan melepaskan kaus oblongku, supaya sama-sama telanjang bulat.
Lalu kurapatkan dadaku ke dada Bunda, sambil memeluk lehernya. Bunda tidak mau dicium bibirnya, tapi aku bisa menciumi leher dan mengemut puting payudaranya. Sementara kontolku mulai mengentot liang memek Bunda yang aduhai... enak sekali rasanya... !
Kali ini durasinya jauh lebih lama daripada tadi siang. Aku dan Bunda sampai bersimbah keringat. Tapi kami tak peduli lagi dengan keringat kami. yang penting kontolku cukup lama mengentot liang memek Bunda yang luar biasa enaknya.
Esok paginya aku bangun ketika Bunda sudah masak di dapur. Aku pun mandi sebersih mungkin. Badanku pun terasa segar kembali. Kemudian kuhampiri Bunda yang sedang membuatkan nasi goreng untuk sarapan pagiku.
Setelah sarapan pagi, aku pun mengajak Bunda untuk bekerja sama lagi. Kali ini aku ingin posisi Bunda membelakangiku. Karena aku ingin membuat lukisan Bunda telanjang, tapi hanya bagian belakangnya yang kelihatan. Wajahnya sama sekali tidak kelihatan di lukisan yang akan kubuat ini.
Bokong Bunda yang gede memang memenuhi syarat untuk menjadi fokus lukisanku.
Ada dua lukisan baru yang akan kubuat. Yang satu, lukisan Bunda sedang rebahan sambil membelakangiku. Lukisan yang satu lagi adalah lukisan Bunda sedang berkaca di depan cermin, juga sambil membelakangiku, tapi bayangan wajahnya di cermin besar itu kelihatan.
Pada lukisan Bunda yang sedang rebah membelakangiku itu, kubuat sedemikian rupa, agar kemaluan bunda tetap kelihatan “nyempil” di antara kedua pangkal pahanya. Terkadang aku iseng, menghampirinya dan mencolek memeknya dari belakang. Katruan saja Bunda tersentak geli. “Odiii... ! Geli tau... jangan mancing-mancing bunda dong... nanti kalau bunda kepengen dientot lagi gimana ?” protesnya.
“Gampang Bunda, “ Kalau Bunda horny, ya ngentot aja dulu. Aku kan orang bebas. Boleh bekerja semauku. “
“Kalau bisa sih begituannya malam aja Od. Siang hari mendingan juga dipakai melukis seserius mungkin. Jangan mikirin memek bunda dulu. “
“Iya Bunda. Nasehat Bunda akan aku camkan di dalam hati, “ sahutku dengan nada serius, tapi sekali lagi aku mencpolek memek Bunda, membuat Bunda tersentak lagi. Dan aku kembali ke depan kanvasku sambil ketawa cekikikan.
HOT PROMOTION DARI BOLA57 !!
•NEW MEMBER DEPOSIT 10%
•Bonus Rollingan 1,2% Live Casino (SBOBET)
•Bonus Rollingan 1% Live Casino (WM Casino)
•Bonus Cashback Up To 10% Sportsbook
•Dan Masih Banyak Promo Bonus Lainnya Yang Bisa Anda Dapatkan Per Minggunya.
•Informasi Lebih Lanjut Silahkan Hubungi CS
•Minimal Deposit & Withdraw Rp 50.000,-
Contact Bola57 :
BBM : 7BB2BCF5
LINE : bola57
WECHAT : bola57
WHATSAPP : +85577514899
EmoticonEmoticon